pic. koleksi pribadi Saya senang dihadapkan dengan beberapa kejadian yang tak menyenangkan. Karena disaat yang sama, saya pun belajar untuk menahan diri agar tidak terintimidasi dengan keadaan yang “mendung” itu. Pekerjaan saya adalah pekerjaan yang banyak berhubungan dengan manusia. Bukan benda mati seperti komputer, atau juga handphone. Wajar jika tiba disatu titik saya ‘harus’ jenuh. Sekali lagi, itu karena saya sedang tidak bekerja dengan benda mati. Tapi makhluk hidup yang mempunyai hati. Menghadapi manusia dengan sifat yang berbeda benar-benar menguji sisi sensitifku. Terlebih saya orangnya cenderung emosian. Tapi karena sadar saya adalah manusia yang emosinya cepat meninggi. Disaat itulah saya harus bisa mengelola emosi agar keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak jarang saya berusaha sekuat-kuatnya bertahan untuk tidak terintimidasi dengan keadaan yang terjadi secara alamiah karena ulah orang lain. Dipekerjaan saya sehari-hari misalnya, menghadap
Saya selalu tertarik kalau diajak ngobrol soal buku, keluarga, kota, sosial, edukasi, gaya, pemuda, enterpreneurship , psikologi anak, dan perubahan. Oiy, satu lagi, budaya. (meskipun semuanya tidak saya kuasai secara keseluruhan) *senyum*. Semua saling bersinergy. Kenapa bersinergi? Karena yang saya sebutkan tadi adalah hal-hal yang bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia. Manusialah yang mensinergikan semuanya. Apalagi kalau diskusi seperti ini sama teman-teman yang visioner. Nyambung, sejalan, dan pasti “menjadi”. Sudah terbukti! Tidak sekadar diskusi, diskusi-diskusi itu dilakukan untuk merancang dan mendapatkan hasil. Paling tidak, ada pengaruh positif secara individual setelah berdiskusi. Lebih keren lagi kalau memang tujuan diskusinya adalah untuk perubahan sesuatu. Kota misalnya. Atau diskusi tentang aksi sosial, atau apa saja asal positif. Untuk perubahan.
16 Mei 2013... Saat serius menyimak apa yang dijelaskan sang tutor tentang motivasi menulis, perhatianku sesekali beralih ke seorang anak kecil. Anak ini belum lama akrab denganku. Sudah sering saya mengikuti beberapa acara di rumahnya yang di satu ruangnya ada perpustakaan mini ataupun hanya datang sekedar untuk baca buku, tapi saat itu kami hanya saling melirik. Itu dulu :) Namanya Ruby. Setahu saya, ruby itu nama salah satu batu permata berwarna merah, cantik dan elegan. Ruby yang ini juga cantik. Seperti merah, dia pun berani. Berani berkenalan dan mengajakku bermain :) Malam itu, di kelas palu menulis, saya yang sedang asyik menyimak materi, tiba-tiba Ruby menghampiri dan meminta buku kecil juga pulpen yang saya pakai. Saya hanya tersenyum dan sedikit mengacuhkannya, "Saya mau menulis," katanya kepadaku. "Oo, Ruby pakai buku yang ini saja ya," saya menawarkan satu bukuku yang lain dan dia pun setuju. "Tapi jangan lihat saya menulis," tamba
Comments