Memperbaiki Rasa

pic. koleksi pribadi
Saya senang dihadapkan dengan beberapa kejadian yang tak menyenangkan. Karena disaat yang sama, saya pun belajar untuk menahan diri agar tidak terintimidasi dengan keadaan yang “mendung” itu. Pekerjaan saya adalah pekerjaan yang banyak berhubungan dengan manusia. Bukan benda mati seperti komputer, atau juga handphone. Wajar jika tiba disatu titik saya ‘harus’ jenuh. Sekali lagi, itu karena saya sedang tidak bekerja dengan benda mati. Tapi makhluk hidup yang mempunyai hati. 

Menghadapi manusia dengan sifat yang berbeda benar-benar menguji sisi sensitifku. Terlebih saya orangnya cenderung emosian. Tapi karena sadar saya adalah manusia yang emosinya cepat meninggi. Disaat itulah saya harus bisa mengelola emosi agar keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak jarang saya berusaha sekuat-kuatnya bertahan untuk tidak terintimidasi dengan keadaan yang terjadi secara alamiah karena ulah orang lain. 

Dipekerjaan saya sehari-hari misalnya, menghadapi anak usia dini dengan berbagai karakter mengajarkanku seperti apa yang namanya ekstra sabar dan tidak kasar (perlakuan maupun kata-kata), karena jujur saja, anak-anak ini semuanya ‘aktif’. Manusia mana yang bisa santai saat mengetahui seorang anak berhasil mendorong temannya dari ayunan hingga jatuh dan terluka. Pastilah kita akan marah pada anak tersebut. Tapi sekali lagi, marah hanya akan memperburuk keadaan. Marah juga bisa melukai perasaan si anak tersebut meskipun kita tahu bahwa yang dilakukannya adalah hal yang tidak terpuji.
 
Sebenarnya ada banyak cara untuk memperbaiki keadaan, apalagi saat kita menghadapi situasi paling genting. Sudah terbayang, saat kita dihadapkan situasi seperti itu, kemudian emosi kita malah makin kesulut. Percaya deh, keadaan hanya akan semakin memburuk.
 
Ada satu pesan pada sampul sebuah majalah, yang sampai saat ini menjadi salah satu dari banyak pengingat ketika saya sedang resah karena keadaan, “Kadang, bukan suasana yang harus diganti. Tapi rasa yang perlu kita perbaiki”. Kalimat ini ada benarnya, menurut saya, suasana bisa rusak karena rasa (baca: perasaan) kita yang kurang stabil. Apapun faktornya, seharusnya suasana tidak menjadi rusak hanya karena perasaan yang sudah terlanjur kacau. Menurut Ros Taylor, psikolog dan penulis, bahwa seseorang bisa menjadi penghancur bagi orang lain. Hal itu terjadi jika orang tersebut tidak bisa mengelola pikiran dan perasaannya secara positif. Dan itu akan menjadi pemicu hilangnya rasa percaya diri. 

Intinya, segenting apapun situasi yang kita hadapi. Bertahanlah. Jangan biarkan emosi negatif memperbudak diri kita untuk melakukan hal-hal yang semakin memperburuk keadaan. Komunikasikan dengan bahasa dan cara yang tepat agar semuanya membaik. Bukan dengan diam atau marah-marah. Laa taghdhob, janganlah kamu marah.

Mention seorang teman, "Dulu juga kita hanya punya semangat... sekarang kita punya semangat ditambah pengalaman... pasti kita mampu utk eksekusi kegiatan".

Saya sangat bersyukur jika dihadapkan pada sebuah masalah, karena disinilah kita saling menguatkan, saling menasihati, saling curhat, menjadi saling tau dengan apa yg selama ini dipendam. Dan, terimakasih buat teman-teman yang selama ini tidak lelah memberi dukungan, kalian adalah guru perasaanku. Jazakumullah ya :)

*catatan ini dibuat setelah sesuatu yg 'sengit' terjadi diantara kami

Comments

Anonymous said…
semangat ibu guru lisa :)
El Putri Kaili said…
hihihi, baru tengok blog, ada komen dari kaka pinta rupanya :D
Semangat :)

Popular posts from this blog

Meja dan Diskusi

Namanya Ruby