email tentang maaf

(pic. gugling)
Entah kenapa saya menangis saat mulai mengetik pesan ini...  Sangat besar rasa bersalahku tapi karena kerasnya hati saya pun kalah dengan keegoisanku sendiri saat itu. Selama ini saya bukan merasa benar, sama sekali tidak. Dan saya akui ini adalah kesalahan yang sangat besar yang saya lakukan terhadapmu. Fatal.


Jujur sangat tidak enak berada dalam kondisi seperti ini, bukan tanpa alasan sebenarnya. Tapi ya sudahlah, saya tidak akan merunut kembali apa masalah awalnya. Yang saya bayangkan adalah ketika nyawa ini tiba-tiba dicabut sedang saya belum sempat memperbaiki hubungan kita. Sahabatku, atas nama Allah yang Maha Pemaaf, mau kah kau memaafkanku? Harapanku, ketika nyawa ini akan dilepas dari raga, ia lancar. Yang tidak saya inginkan adalah karena tidak mendapatkan maafmu, proses sakaratul itu terhambat dan akan membuatku semakin sakit. Saya yakin kau tidak setega itu. 

Sahabatku, diamku selama ini bukan berarti saya membencimu. Sama sekali tidak. Malah sebaliknya, setiap saat saya berdoa, meminta agar Allah selalu memperbesar rasa sayang dan tidak membiarkan rasa benci tumbuh sedikitpun terhadapmu. Begitu juga doaku untuk dirimu terhadapku.

Saya tidak hanya sekedar mengenalmu, tapi memahamimu. Saya sangat sangat ingat kesamaan kita, “Sulit membuat suasana kembali seperti diawal jika orang itu pernah melakukan kesalahan dan membuat kita ilfeel. Memaafkan iya, tapi untuk membuat suasananya kembali seperti diawal. Hmm belum tentu”. Ya, saya ingat percakapan kita tentang itu, saat kita berdua duduk becerita-cerita sambil menikmati makan malam di kampung orang. Saya juga ingat dengan kata-kata yang kau sampaikan lagi-lagi saat kita menikmati makan malam, “Saya yakin kita dipertemukan kembali bukan tanpa alasan, Allah sudah merencanakan sesuatu” begitu katamu. Jika sesuatu itu adalah kejadian ini, artinya kita sedang diuji. Saya ujian untukmu. Kau ujian untukku.  

Kenapa saya melakukan ini? Kemarin, Saya benar-benar jenuh dengan keadaan dan desakan pekerjaan. Diam dan menghindar adalah cara yang saya ambil. Sekali lagi, itu cara yang sangat keliru, saya sadar. Sebelumnya kejadian ini juga terjadi antara aku dan sahabat laki-lakiku. Bahkan kami sudah berdebat melalui pesan singkat. Tapi karena dia sudah pahami saya dan saya pun segera meminta maaf, itu tidak berlangsung lama.  Besoknya komunikasi santai seperti semula. Kami mulai bekerja seperti biasanya.

Tapi kenyataannya hal itu tidak dikita. Ini sudah lewat 3 hari. Kemarin saya berniat minta tolong ke salah satu teman kita untuk membantuku memperbaiki semuanya tapi setelah saya pikir-pikir, ini hanya antara kau dan saya. Saya akan melakukan dengan caraku sendiri. Dan malam ini pukul 00.12wita Saya ketik pesan ini dan langsung saya kirim sambil berharap pada Allah agar kau lekas membacanya.

Ray, Sebentar lagi kau akan tinggalkan kota ini, saya tidak ingin saat kau tinggalkan kota ini ada bekas yang tidak baik. Sekali lagi saya minta maaf, doa rabithah selalu saya panjatkan untuk hubungan kita. :’( *nangisnya makin menjadi*

Nabi pernah bersabda, “Siapa saja yang dikendaki Allah menjadi orang baik maka diberikan cobaan kepadanya.” (HR Bukhari)

balas ya emailku...

Comments

Popular posts from this blog

Memperbaiki Rasa

Meja dan Diskusi

Namanya Ruby