kalau bisa Tuhan kasih


Dini hari di kios Rafif...

Setelah mengobrak-abrik software yang terpampang menantang dalam monitor, saya sebagai anak daerah masih harus banyak belajar *nunjuk diri*, bener-bener sadar bahwa saya gak ada apa-apanya dibanding mereka yang saya obrak abrik akun-akunnya itu. [mungkin begitu cara Tuhan menyayangi saya]

Kalian tau, melakukan aktifitas kayak gini itu rasanya seperti drakula minum darah segar ditengah malam *hehehe sok horor yeh. Harusnya saya tidur lelap karena besok pagi-pagi sekali berangkat ke sekolah. Tapi karena meleknya na’udzbillah, maka rutinitas malam ini adalah surfing di dumay.

“Saya haus informasi,” lirih dalam hati. Makanya kebiasaan mengobrak-abrik akun temen atau orang yang gak saya kenal itu gak bisa hilang. Tapi ini gak masuk kategori ‘mencuri’ alias copypaste karya orang trus ngaku-ngaku karya kita, (iddih ogah). Ngutip boleh, tapi ada etikanya dan saya cukup paham soal itu. Dunia maya itu transparansinya dunia nyata. Jadi bagi yang keberatan akunnya diobrak-abrik, silaken catatan atau gambar atau apalah yang akan diposting dan tidak ingin dilihat orang-orang seperti saya di-lock atau sekalian jangan diposting :p

Membaca. Itu salah satu kebiasaanku. Huft... toh membaca juga tidak membuat saya serta merta menjadi orang yang kaya informasi. Maklum, saya senguin, orang senguin itu cenderung pelupa. Malam ini, selain berhasil men-download beberapa file pdf. Sambil sesekali tengokin sosmed, saya juga berhasil mengobrak-abrik sebuah blog. Blognya oke menurut saya. Blog yang Informatif. Inspiratif plus ada lucu-lucunya juga :D

Saya klik salah satu judul pada label diblog itu, seketika beberapa catatan tersaji. Asal klik saja note tentang IT, awalnya tidak begitu tertarik membacanya, tapi karena bahasa tulisannya mudah dipahami saya terus membacanya. Yah itung-itung buat nambah wawasan IT. Gaya penulisannya yang akrab dan ringan bikin pesannya nyampe di saya. Yang saya bayangkan, kalau content tulisannya seperti ini dengan gaya penulisan yang terlalu formal, bisa jadi tulisan itu tidak akan selesai saya baca :D... Gak semua orang bisa buat tulisan asik kayak gitu loh. Jadi pengen belajar sama yang punya blog itu.

Tidak puas sampai disitu, saya meng-klick label lain. Ada satu catatan yang membuat saya termangu beberap saat di depan layar monitor setelah membacanya, catatan yang cukup menghujam jantung, ini bukan tentang lagu dari Tompi si penyanyi beraliran musik jazz itu. Catatan itu benar-benar membuka pikiranku, “Bersyukurlah kamu lis”.

Apa yang telah saya baca di blog orang itu masih terus menggelayut dipikiran. Ada satu kekaguman. Bukan pada apa yang didapatkan, tapi pada apa yang telah diperjuangkannya selama ini. Satu kata, BERHASIL! Yah, catatan itu berhasil membuat saya menangis. Saya nangis BUKAN karena ceritanya sedih. Oke, saya tidak kenal siapa orangnya. Tapi dari catatan itu saya tau, itu semua murni hasil kerja keras. Kehidupan benar-benar mengasahnya menjadi pribadi yang mandiri.

Dari dulu, saya suka berteman dengan orang-orang seperti itu. Realitanya banyak teman-teman saya yang hidupnya mandiri. Bahkan kalau bisa yah, Tuhan kasih saya pendamping yang gak punya apa-apa, gak punya ganteng juga gapapa *serius*. Handsome is not my priority [tapi bukan berarti bebas syarat] masa udah gak punya apa-apa trus males, gue paling anti ame orang males *sok betawi*. Pernah saya membayangkan mulai membangun hidup dari nol dengan orang baru (baca:pendamping hidup), pasti seru, tantangannya sudah pasti banyak sekali, berbekal sabar dan kerja keras. Hasilnya pasti memuaskan. Saya percaya saja soal itu. Bukan tidak beralasan saya ingin orang seperti itu. Saya sendiri, untuk minta duit ke orang tua aja, pantang! It’s not me. Oke orang tua pernah ngasih saya duit, tapi sekali lagi, SAYA GAK PERNAH MINTA! Sadar orang tua saya bukan konglongmerat, apalagi saya anak pertama, kalian paham lah tanggungjawab anak pertama itu seperti apa. Itu yang membuat saya berpikiran aneh, lebih milih orang yang gak ada apa-apanya (baca:harta). Karena saya tau orang seperti itu pasti gigih, saya pun ngerasain kerasnya yang namanya nyari duit. 

Mungkin diluaran sana anak SMA seumuran saya dulu masih pada disokong sama orangtuanya, tapi kami (sama adik) beda, saya harus bantu jual nasi kuning buatan Ibu saya di kelas, tempat saya belajar. Bukan buat jajan saya sih, tapi buat bantu biar Ibu punya duit. Apa saya malu? :) Urat malu saya udah putus! Sampai tulisan ini saya buat pun, Ibu saya masih jualan nasi kuning di sekolah dekat rumah. Saya ingin Ibu saya pensiun (ciyee bahasanya), sementara Ibu ingin saya bisa lebih 'menjadi'. Yah itu pilihan Ibu, saya berusaha semampunya. Saya juga gak bisa paksa Ibu berhenti dari rutinitasnya tiap pagi. Jadi ingat kata-kata teman seperjuangan saya dulu (sekarang udah jadi fotografer sukses), "sa, kalau kamu mau tau rasanya nyari duit itu kayak apa, sanah jilat tanah yang ada didepan rumahmu, gak enak sa", entah kalian ngerti apa enggak sama kalimat itu, yang pasti buat saya nyessek banget, sarat makna. Itulah kenapa saya ingin yang aneh itu *kalau bisa Tuhan kasih*. Minoritas bukan ??? :D

Alhamdulillah, ada campur tangan Tuhan lah sampai bisa nemu blog itu, makasih buat yang punya blog, tulisannya NAMPAR di hati! :D

Comments

Popular posts from this blog

Memperbaiki Rasa

Meja dan Diskusi

Namanya Ruby