#Bermain, pengalaman pertamaku...
Satu pengalaman baru tentunya, tidak pernah terbayang sedikit pun saya akan menceritakan sebuah cerita rakyat tanah kaili di tempat terbuka seperti itu. Anak-anak itu terlihat sangat gembira saat mereka mulai mendengarkan setiap kata yang saya ucapkan. Diawali dengan peraturan “ahmad berkata” yang kemudian diganti menjadi “rizal berkata” (nama salah satu peserta #bermain), mereka semua sangat antusias. Apalagi saat menyanyikan lagu Naik-naik ke Puncak Gunung disertai gerakan tubuh. Rupanya masih ada juga yang malu-malu, hehehe...
Setelah nyanyi-nyanyi, saya juga
memberikan satu games yang melatih konsentrasi, fokus, dan kecepatan bertindak.
Bukan hanya anak-anak yang saya libatkan dalam games ini, tapi semua
kakak-kakak juga terlibat. Biar lebih seru :)
Tadulako Bulili, adalah cerita
rakyat dari tanah bulili. Tadulako bulili terdiri dari 3 Panglima desa Bulili. Tadulako
Bantaili, Molove dan Makeku. Mereka bertugas melindungi desanya saat diserang
oleh bala tentara Kerajaan Sigi. Yah, begitulah. Setiap cerita dikisahkan untuk
diambil pesan moralnya.
Tidak hanya mendengarkan cerita
rakyat, anak-anak ini juga diberi penyuluhan tentang bagaimana cara menangani
luka oleh Kak Ilin dan kawan-kawan, mahasiswa kedokteran dari Universitas Tadulako. Mulai dari
luka ringan, luka dalam, luka berat sampai patah tulang. Saat beberapa anak
diajak maju untuk mempraktekan langsung, tampak masih malu-malu. Mungkin belum
terbiasa. Setelah itu, tibalah waktunya mereka benar-benar bermain.
Sejak
teman-teman komunitas Skateboarding datang ke taman kota, saya memang sudah
memperhatikan beberapa anak yang tampaknya sudah tidak sabar untuk bisa memainkan
skateboard itu. Dan ternyata benar, saat Kak Bola mulai mengarahkan mereka
bagaimana cara menggunakan papan skate itu dengan benar, semuanya serius. Beberapa
anak yang saya perhatikan gelisah itu makin terlihat gelisah termasuk Jamal. Begitu
kak Bola memberikan papan skate, Jamal lah yang lebih dulu menyambar benda itu. Jamal, adalah salah satu diantara
anak-anak yang kurang beruntung. Salah satu teman saya, Rezka, iseng-iseng
bertanya, “Jamal, umurmu berapa tahun?”, dengan enteng dia menjawab,“Satu tahun”.
Miris. Selidik punya selidik, Jamal tidak tahu tanggal, bulan dan tahun berapa
ia dilahirkan.
Buat teman-teman khususnya kota palu, saya dan teman-teman dari komunitas Ayo Sedekah Palu
membuka diri apabila ada yang ingin menyumbangkan buku-buku, pakaian atau apa
saja yang bermanfaat untuk anak-anak seperti Jamal tadi. Atau bisa juga melalui
komunitas Palu Peduli. Concern kami sama kok. Ini dia, beberapa foto saat kegiatan berlangsung.
Penyuluhan dari Kak Ani |
Cerita Rakyat |
Comments